Aceh Utara – Kebijakan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang dinilai membatasi peluang kerja bagi warga Aceh Utara menuai reaksi keras dari Wakil Ketua DPRK Aceh Utara, Jirwani—akrab disapa Nek Jir. Ia menyebut langkah tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga berpotensi mengganggu keharmonisan antara dua daerah bertetangga itu.
“Kalau kebijakan itu dipaksakan, Aceh Utara juga akan buka mata. Kami minta pemerintah daerah mengkaji ulang jumlah tenaga kontrak dan honorer ber-KTP Lhokseumawe yang bekerja di Aceh Utara,” tegas Nek Jir.
Ia mengungkapkan, data di lapangan menunjukkan fakta yang justru berkebalikan dengan narasi Pemkot Lhokseumawe. Hampir 60 persen pegawai yang bekerja di berbagai instansi Aceh Utara—baik kepala OPD maupun staf—adalah warga ber-KTP Lhokseumawe.
“Kalau tidak percaya, mari kita buka satu per satu. Kita bisa buktikan. Jangan seolah-olah Lhokseumawe paling berjasa,” ujarnya.
Menurut Nek Jir, pernyataan Wali Kota Lhokseumawe terkait persoalan anggaran tidak dapat dijadikan alasan untuk membatasi hak warga Aceh Utara. Ia menilai langkah sepihak tersebut hanya akan memperlebar jarak hubungan sosial dan pemerintahan antara dua daerah.
“Kalau soal anggaran mau dibuka, kami juga bisa bicara. Selama ini kami menjaga keharmonisan. Kalau kebijakan ini dipaksakan, jangan salahkan bila hubungan Aceh Utara–Lhokseumawe retak,” katanya memperingatkan.
Nek Jir juga menyampaikan pesan keras kepada Pemkot Lhokseumawe agar tidak “bermain api”.
“Kalau Lhokseumawe tetap menjalankan kebijakan itu, Aceh Utara juga akan melakukan hal yang sama. Kami prioritaskan warga kami sendiri. Dan kepada pegawai ber-KTP Lhokseumawe yang bekerja di Aceh Utara, bersiap-siaplah,” tegasnya.
Ia memastikan bahwa masyarakat Aceh Utara yang terdampak kebijakan tersebut tidak perlu takut untuk melapor.
“Jika kebijakan itu diteruskan dan ada warga Aceh Utara yang dirugikan atau tidak diluluskan, datang ke Pemkab Aceh Utara. Kami akan berdiri paling depan membela,” ujarnya menutup pernyataan.
Sikap tegas Nek Jir ini menandai meningkatnya tensi antarwilayah, sekaligus sinyal bahwa Aceh Utara tidak akan tinggal diam jika warganya diperlakukan tidak adil.

Komentar