Mahasiswa Hukum Unimal Desak Pemerintah Bertanggung Jawab atas Jalan Rusak di Lhokseumawe -->

Kategori Berita

Iklan Semua Halaman


 

Mahasiswa Hukum Unimal Desak Pemerintah Bertanggung Jawab atas Jalan Rusak di Lhokseumawe

Redaksi
Rabu, 22 Oktober 2025


Lhokseumawe – Kerusakan parah di ruas Jalan Lintas Medan–Banda Aceh, tepatnya di kawasan Batuphat Timur hingga Batuphat Barat, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, kembali memantik sorotan publik. Jalan nasional yang menjadi urat nadi transportasi Aceh bagian utara itu kini berlubang, bergelombang, dan telah menelan korban pengendara.
‎Lubang menganga berdiameter hampir satu meter dengan kedalaman hingga 15 sentimeter tampak di tengah badan jalan. Minim penerangan dan genangan air membuat kondisi tersebut bak “jebakan maut” bagi pengguna jalan, terutama pada malam hari.
‎“Kalau hujan, lubang tertutup air dan tak terlihat. Banyak mobil dan motor terperosok,” ujar salah seorang warga Batuphat, Senin (20/10/2025).
‎Menyoroti hal itu, Ghafur Haikal Bajongga Ritonga, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh yang juga Biro Protokoler BEM Unimal, menegaskan bahwa kerusakan tersebut bukan sekadar masalah teknis, melainkan bentuk kelalaian pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab hukumnya.
‎“Setiap tahun ada anggaran perawatan jalan nasional, tapi kondisi tetap rusak dan berbahaya. Ini jelas kelalaian terhadap kewajiban publik,” tegasnya.
‎Ghafur mengutip Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang mewajibkan penyelenggara jalan segera memperbaiki kerusakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan. Ia juga menyinggung Pasal 273 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, yang membuka peluang sanksi pidana bagi pihak yang lalai memperbaiki jalan hingga menyebabkan korban.
‎“Dalam konteks hukum publik, ini termasuk omission of duty — pembiaran atas kewajiban hukum. Negara tidak boleh diam ketika keselamatan rakyatnya terancam,” ujarnya lagi.
‎Secara administratif, tanggung jawab perbaikan jalan nasional di Aceh berada di bawah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah I Aceh di bawah Kementerian PUPR, dengan pengawasan daerah oleh Dinas PUPR Lhokseumawe. Namun, menurut Ghafur, hingga kini belum tampak langkah cepat dari pihak berwenang.
‎Ia menegaskan, pembiaran terhadap jalan rusak yang membahayakan warga bisa dianggap melanggar konstitusi. Negara, kata dia, memiliki kewajiban melindungi keselamatan warga sebagaimana diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
‎ “Jika tidak segera ditangani, masyarakat bisa menempuh jalur hukum seperti citizen lawsuit atau class action terhadap pemerintah dan BPJN,” jelas Ghafur.
‎Warga berharap pemerintah segera memperbaiki jalan dan memasang rambu peringatan sementara di titik-titik berbahaya.
‎“Ini bukan sekadar akses jalan, tapi jalur kehidupan masyarakat dan mahasiswa. Kalau terus dibiarkan, nyawa manusia jadi taruhannya,” tutup Ghafur.
‎Kasus kerusakan jalan nasional di Batuphat kini bukan hanya isu infrastruktur, melainkan juga ujian tanggung jawab negara terhadap keselamatan rakyat dan penegakan hukum publik.[*]