Mahasiswa Unimal Gelar Demonstrasi Kasus Pelecehan Seksual hingga Biaya Kuliah Mahal -->

Iklan Semua Halaman

Mahasiswa Unimal Gelar Demonstrasi Kasus Pelecehan Seksual hingga Biaya Kuliah Mahal

Redaksi
Rabu, 11 Oktober 2023


LHOKSEUMAWE, Aceh Kontras | Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi 'Unimal Menggugat' dan 'Komite Independen Kampus' menggelar aksi demonstrasi di depan kampus Unimal Bukit Indah, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Senin (9/10/23). Mahasiswa dari berbagai fakultas itu mempertanyakan penyelesaian laporan dugaan pelecehan seksual hingga biaya kuliah yang dianggap mahal.


Koordinator aksi Ryandi Saputra kepada wartawan mengatakan ada beberapa tuntutan yang mereka sampaikan. Penanganan laporan dugaan pelecehan seksual kepada mahasiswi, persoalan Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga banyaknya mahasiswa yang tidak mendapatkan beasiswa KIP-K 2023.


"Pengakuan dari Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unimal ada 12 laporan kasus pelecehan seksual yang terjadi di dalam kampus Universitas Malikussaleh. Kondisi ini membuat mahasiswi berada di dalam tekanan psikologis," ujar Ryandi.


Tapi sayangnya tidak ada keterbukaan informasi publik dari pihak birokrasi mengenai pelaku yang seharusnya mendapatkan sanksi administrasi atau pemecatan yang telah diatur di dalam Permemdikbud Nomor 30 Tahun 2021.

Seolah-olah pihak kampus unimal melindungi pelaku pelecehan seksual di dalam kampus, dan ini menambah kebobrokan yang dilakukan oleh pihak birokrasi Universitas Malikussaleh.


Persoalan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan beasiswa KIP-K 2023 juga menjadi sorotan mahasiswa. Pihak kampus dinilai telah merugikan mahasiswa, baik secara tenaga maupun finansial. Massa menilai, pihak kampus plin-plan dalam mengambil kebijakan terkait dengan beasiswa KIP-K 2023 dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).


Ryandi menjelaskan, sebelumnya Rektor Universitas Malikussaleh, Herman Fitra dan wakil rektor III, pernah menjanjikan saat PKKMB bahwasanya mereka yang tidak lolos KIP-K 2023 (965 mahasiswa) akan mendapatkan UKT sekecil-kecilnya yaitu UKT 1 (Rp500 ribu). Tetapi nyatanya, kata Ryandi, ada sekitar 300 lebih mahasiswa 2023 yang harus membayar UKT 2 (Rp1 juta) dan UKT 3 (Rp1,7 juta - Rp2 juta).


"Dan bayangkan mereka adalah anak-anak petani dan nelayan bahkan ada yang orang tuanya mengumpulkan botol aqua yang nantinya akan dijual untuk membeli beras di rumah. Tapi sayangnya, harapan mereka untuk melanjutkan kuliah putus oleh janji-janji manis yang diberikan oleh Rektor Universitas Malikussaleh, apakah cuma untuk menaikan eksistensi rektor atau kampus di media mereka rela mengorbankan ratusan mahasiswa Unimal" ujar Ryandi.


Tidak sampai disitu, Ryandi juga mengatakan bahwa, kampus telah melakukan eksploitasi besar-besaran kepada mahasiswa dengan menambah golongan UKT, yang membuat anak seorang petani harus membayar UKT mulai dengan Rp5 juta - Rp10 juta per semester.


Pada dasarnya jelas, PTN dapat menurunkan besaran UKT melalui penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa hal ini diatur didalam permendikbud nomor 25 tahun 2020 pasal 12. 


Selain itu, kewajiban yang sudah ditunaikan sebagai seorang mahasiswa yaitu ikut serta mananggung biaya penyelenggaraan pendidikan dan kegiatan mahasiswa. Seharusnya, mereka mendapatkan hak untuk mengakses informasi atau keterbukaan informasi publik mengenai anggaran kampus dan ini dijamin oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. 


Karna pada dasarnya, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting kampus demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan mahasiswa untuk mewujudkan penyelenggaraan kampus yang baik. 


Sebelumnya, sebut Ryandi, pada 26 September 2023 lalu, pihaknya telah menempuh i'tikat baik dengan melakukan audiensi dengan pihak birokrasi Unimal mengenai tuntutan tersebut. Perwakilan aliansi ketika itu diterima oleh Wakil Rektor III Unimal, Dr Alfian, MA. Alfian diketahui juga meneken petisi mahasiswa yang terdiri dari 6 butir tuntutan. Namun, mahasiswa menilai tidak ada niat pihak kampus menyelesaikan petisi tersebut.


Beberapa mahasiswa diantaranya kepada wartawan pada Selasa malam (10/10) menyebutkan paska aksi demonstrasi pihaknya malah membenturkan mahasiswa dengan beberapa pihak dan mengalami tindakan repsesifitas dari beberapa pihak kampus. 


"Dan ini cukup menjadi bukti kebobrokan pihak birokrasi Universitas Malikussaleh dengan menutup mata dan telinga untuk melihat bagaimana keresahan-keresahan mahasiswa tentang KIP-K 2023, Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan pelecehan seksual yang terjadi di kampus" ujar Ryandi.